🇮🇩 siberinvestigasi.com 🇮🇩 ~ Takalar ~ Sumber Berita Takalar – Miris dirasakan sejumlah orang tua siswa UPT. SD Negeri 1 Centre Pattallassang, Kecamatan Pattallassang, Takalar, saat menerima pemberitahuan tentang pungutan sebesar Rp225.000 per siswa yang diminta pihak sekolah. Dana tersebut ditujukan untuk pembelian pakaian dan celana seragam drumbend guna mengikuti pawai kemerdekaan pada 17 Agustus 2025. Kebijakan ini sontak memicu keluhan, khususnya dari orang tua yang berasal dari keluarga kurang mampu.
Ironisnya, momen sakral Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang seharusnya menjadi ajang menanamkan semangat perjuangan dan nasionalisme kepada anak-anak, justru ternodai oleh praktik pungutan yang dinilai membebani. "Anak saya ingin ikut drumbend, tapi saya tidak sanggup bayar segitu. Rasanya seperti ditolak ikut merdeka," ungkap salah satu wali murid dengan nada getir.
Pihak sekolah disebut-sebut mewajibkan pembayaran tersebut sebagai syarat untuk ikut serta dalam barisan drumben. Hal ini membuat sejumlah siswa terpaksa mengundurkan diri dari kegiatan tersebut, bukan karena tak punya semangat, melainkan karena keterbatasan ekonomi. Keadilan dalam akses partisipasi anak didik dalam kegiatan sekolah pun dipertanyakan.
Praktik pungutan ini juga berpotensi melanggar Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang secara jelas melarang segala bentuk pungutan wajib kepada orang tua siswa di jenjang pendidikan dasar. Sekolah negeri seharusnya menjunjung tinggi asas gotong royong, bukan mengomersialkan kegiatan semangat kebangsaan.
Di tengah cita-cita besar bangsa mencetak generasi unggul dan nasionalis, keputusan pihak SD Negeri 1 Centre Pattallassang ini justru mencederai semangat kemerdekaan itu sendiri. Peringatan 17 Agustus bukan hanya soal barisan rapi dan seragam mencolok, tetapi tentang menyatukan semangat seluruh anak bangsa tanpa melihat isi kantong orang tuanya.
Redaksi : siberinvestigasi.com
Social Header