👇👇👇👇
siberinvestigasi.com ~ Gowa ~ Desa Bontomanai, Kecamatan Bajeng Barat, tengah bergulat dengan luka lingkungan yang semakin menganga. Di balik tenangnya hamparan sawah dan ladang milik warga, tambang ilegal yang dikelola oleh Daeng Nanga justru terus beroperasi tanpa hambatan. Aktivitas tambang yang diduga tidak memiliki izin ini berlangsung tak jauh dari permukiman warga, menciptakan gumpalan debu yang setiap hari menyelimuti rumah dan mengganggu pernapasan anak-anak hingga orang tua.
Ironisnya, meski sudah sering dikeluhkan warga, aparat dari Polsek Bajeng seolah memilih menutup mata. Tidak ada tindakan tegas, tidak ada penegakan hukum. Masyarakat pun bertanya-tanya: mengapa Daeng Nanga bisa terus menambang seolah-olah kebal hukum? Dugaan pun mulai bermunculan, apakah ada 'perlindungan tak kasat mata' yang membuat hukum tak mampu menjamah?
Kerusakan lingkungan kini menjadi harga yang harus dibayar. Aliran air bersih mulai tercemar, tanah menjadi tandus, dan vegetasi sekitar tambang mati perlahan. Lebih dari itu, dampak paling nyata dirasakan warga saat truk-truk pengangkut material tambang berlalu-lalang tanpa kenal waktu, memicu debu pekat yang setiap hari harus mereka hirup. “Kami tidak butuh janji, kami butuh udara bersih,” keluh salah seorang warga yang enggan disebut namanya.
Kemarahan warga pun mulai memuncak. Mereka merasa dipinggirkan oleh negara yang seharusnya hadir melindungi. Berkali-kali mereka menyampaikan protes kepada pemerintah desa dan kecamatan, namun hasilnya nihil. Sementara Daeng Nanga terus memperluas areal galian, seolah bumi Bontomanai adalah miliknya seorang.
Situasi ini menyisakan pertanyaan besar: di mana keadilan bagi warga kecil? Ketika hukum tidak lagi tajam ke atas dan justru tumpul ke bawah, maka ketidakpercayaan terhadap institusi negara akan tumbuh subur. Dan bila negara tak segera turun tangan, bukan tak mungkin amarah rakyat akan berubah menjadi gelombang perlawanan yang tak lagi bisa dibendung (Arsyad Sijaya)
Social Header